Belajar dari Umar bin Khattab: Mengerti Tanpa Henti


Oleh: Cahyadi Takariawan

Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol pada kaki dan tangannya, berjenggot lebat, berwajah tampan, dengan warna kulit yang coklat kemerah-merahan. Umar dibesarkan di lingkungan Bani Adi, salah satu kabilah Quraisy. Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin Adiy bin Ka’ab binLu’ay bin Ghalib.

Umar adalah sosok yang tegas, pemberani, visioner, namun sekaligus sederhana,. bijaksana dan lembut. Ketika Umar menjadi khalifah kedua setelah wafatnya Abubakar Ash Shidiq, wilayah kekhalifahan berkembang sangat luas. Itu karena kerja keras yang dilakukan untuk menyebarkan nilai Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Ia berhasil membawa Islam ke Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.

Khalifah yang Sederhana

Suatu hari, seorang utusan Romawi tengah mencari Khalifah Umar bin Khattab. Setelah beberapa saat tak menemukan istana Khalifah, ia bertanya kepada orang yang dijumpainya. “Dimanakah istana Khalifah Umar?” Orang itu menjawab, “Ia tidak punya istana.” Utusan Romawi bertanya lagi, “Lalu, dimana benteng Khalifah Umar?” Orang itu menjawab, “Tidak ada.”

Orang itu menunjukkan rumah Sang Khalifah yang terlihat seperti rumah orang biasa. Segera didatanginya rumah tersebut dan utusan Romawi menanyakan keberadaan Amirul Mukminin. Alangkah terkejutnya saat mendengar jawaban dari keluarga Umar: “Itu Umar di sana, sedang tertidur di bawah pohon.”

Karakter yang sangat pantas diteladani dari Umar adalah kesederhanaan hidup, dan kebersahajaan dalam penampilan. Betapa mahal kesederhanaan pada zaman kita sekarang. Umar adalah sosok yang sangat sederhana dan memperhatikan kepentingan rakyatnya. Ia istirahat siang sejenak di depan rumahnya, di bawah sebuah pohon, tanpa pengawal. Agar selalu bisa dilihat oleh rakyatnya bahwa ia ada di rumah, sehingga bisa ditemui untuk berbagai urusan mereka.

Suatu saat Umar bin Khathab pernah berkata, “Sesungguhnya seorang pemimpin itu diangkat dari antara kalian bukan dari bangsa lain. Pemimpin itu harus berbuat untuk kepentingan kalian, bukan untuk kepentingan dirinya, golongannya, dan bukan untuk menindas kaum lemah. Demi Allah, apabila ada di antara pemimpin dari kamu sekalian menindas yang lemah, maka kepada orang yang ditindas itu diberikan haknya untuk membalas pemimpin itu. Begitu pula jika seorang pemimpin di antara kamu sekalian menghina seseorang di hadapan umum, maka kepada orang itu harus diberikan haknya untuk membalas hal yang setimpal”.

Umar selalu berusaha untuk mengerti dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Qatadah pernah berkata, ”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah. Sambil memikul jagung ia berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.”

Abdullah bin Umar, putera sang Khalifah menceritakan bahwa Umar bin Khattab pernah berkata : “Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.”

Umar adalah sosok pemimpin yang mendahulukan kepentingan rakyat, maka ia buktikan bahwa ia adalah orang yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Umar pernah berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh rakyat kenyang memakannya.

Habish yang Membuat Murka

Suatu ketika Utbah bin Farqad, Gubernur Azerbaijan, disuguhi makanan oleh rakyatnya. Dengan senang hati gubernur menerimanya.

“Apa nama makanan ini?”. tanya Gubernur.

“Namanya Habish, terbuat dari minyak samin dan kurma”, jawab salah seorang dari mereka.

Utbah segera mencicipi makanan itu. “Subhanallah, betapa manis dan enak makanan ini. Jika makanan ini kita kirim kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab di Madinah dia akan senang”,, ujar Utbah.

Segera ia memerintahkan rakyatnya untuk berangkat ke Madinah dengan membawa Habish bagi Khalifah Umar. Khalifah segera membuka dan mencicipinya.

“Makanan apa ini?” tanya Umar.

“Makanan ini namanya Habish. Makanan paling lezat di Azerbaijan,” jawab salah seorang utusan.

“Apakah seluruh rakyat Azerbaijan bia menikmati makanan ini?”, tanya Umar lagi.

“Oh, tidak semua rakyat bisa menikmatinya”, jawab utusan itu.

Wajah Khalifah langsung memerah karena marah. Ia segera memerintahkan kedua utusan itu untuk membawa kembali habish ke negrinya. Kepada Gubernur ia menulis surat: “Makanan semanis dan selezat ini tidak dibuat dari uang ayah dan ibumu. Kenyangkan dulu perut rakyatmu dengan makanan ini sebelum engkau mengenyangkan perutmu”.

Itulah Khalifah Umar bin Khathab, yang selalu mengerti kondisi rakyatnya. Ia tidak mau menyakiti hati rakyat yang dipimpinnya. Ia sangat menjaga dan merawat perasaan rakyat. Betapa rindu kita dengan sosok yang sangat kuat visi kenegaraannya, namun sekaligus memberikan keteladanan dalam kesederhanaan bagi masyarakat.


*http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=2276

^TOP^